PECEL LELE LELA RESTO
Kisah
hidup berliku dari seorang pejuang kehidupan dengan tekad bulat dan
keyakinan pada akhirnya berbuah manis. Jerih payah, jatuh-bangun membangun bisnis pada akhirnya dirasakan oleh Rangga Umara (31), pemilik RM Pecel Lele Lela.
Sebelum banting setir memilih jalan pengusaha, Rangga adalah karyawan dengan
posisi manajer di perusahaan swasta. Mengetahui perusahaan tempat
kerjanya tidak sehat dan tinggal menunggu giliran PHK, setelah
teman-temannya terkena PHK, Rangga mulai memikirkan jalan hidup lain.
Pengalaman itu membuat Rangga tidak mau lagi menjadi karyawan.
Pada akhirnya, Rangga mulai merintis bisnis sendiri. Diawali dengan tidak ada ide, bisa dikatakan dengan modal nekat dan niat, Rangga membuka warung seafood kaki lima dengan diferensiasi tempat dibuat unik. Modal pertama hanya tiga juta, itu pun dari hasil menjual barang-barang pribadinya. Sampai tiga bulan pertama, warung seafood-nya masih sepi pengunjung.
Merasa
bahwa lokasi yang menjadi kendala utama, Rangga pun mulai mencari
tempat lain. Rangga menawarkan kerja sama dengan warung makan lainnya,
tetapi selalu ditolak. Sampai suatu hari Rangga mendatangi sebuah rumah
makan semipermanen di kawasan tempat makan, di kawasan Pondok Kelapa.
Pemilik rumah makan itu juga menolak tawaran kerja sama
yang diajukan Rangga. Ia justru menawari membeli peralatan rumah
makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Karena keterbatasan
modal, Rangga menolak membeli peralatan rumah makan tersebut. Ia hanya menyewa tempat seharga Rp1 juta per bulan.
Di tempat
usaha yang baru, Rangga memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan
favorit saat kuliah. Lagi-lagi nasib baik belum menghampirinya. Ketika
berjualan lele,
yang laku malahan ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih
pulang. Rangga berkeyakinan bahwa menu masakan lele itu enak. Untuk
mengujinya, ia menawari pembeli untuk mencicipi menu lele dan keyakinannya itu diperkuat oleh pendapat pengunjung.
Naluri wirausaha Rangga pada momen itu sangat kuat. Dia mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain. Lele yang biasanya di rumah
makan hanya menjadi menu tambahan, oleh Rangga disajikan sebagai menu
utama. Bagaimana membuat hal yang tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat diterima oleh konsumen? Di tahap
ini, naluri inovasi Rangga menunjukan kebolehannya. Inovasi hidangan
lele untuk menonjolkan kelebihan lele sebagai menu makanan yang terletak
pada kelembutan dagingnya dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan
yang tidak menarik dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung
yang lambat laun disukai konsumen.
Setelah pindah ke tempat baru, pendapatan rumah makan rangga meningkat menjadi Rp3 juta per bulan. Membandingkan dengan gaji sebagai karyawan yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan rumah makannya, Rangga berniat untuk lebih total menekuni bisnisnya.
Usaha warung makan lele Rangga yang masih baru dan mulai direspon baik oleh konsumen,
tidak terlepas dari kendala. Lokasi yang pada awalnya menjadi kendala,
sudah teratasi, selanjutnya muncul tantangan baru. Tahu usaha rumah
makan lele Rangga laris, pemilik rumah makan menaikan sewanya menjadi Rp2 juta per bulan. Belum lagi Rangga harus memikirkan gaji tiga karyawan yang menggantungkan nasibnya kepada dirinya.
Sementara pendapatan menjadi minus karena kenaikan biaya sewa dan gaji karyawan, Rangga terjebak oleh rentenir dengan berutang sebesar Rp5 juta. Usaha Rangga sempat mengalami jatuh-bangun. Dari pengalaman itu, mental wirausahawan Rangga terbangun. Seiring berjalannya waktu, Rangga mulai bijak menghadapi tekanan dan tantangan. Usahanya pun berbuah manis.
Berkat
kegigihan dan perjuangan pantang menyerahnya, usaha kuliner rumah makan
dengan sajian menu utama lele mulai diminati banyak konsumen. Kenaikan
peminat lele menjadikan usahanya diminati orang. Banyak orang menawarkan
kerja sama dengan model waralaba.
Berkat
lele goreng tepung andalan, rumah makan Rangga semakin ramai
pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makannya
di Pondok Kelapa. Selanjutnya, Rangga membuat putusan besar dengan
pindah tempat dari tempat rumah makan sebelumnya yang disewa Rp2 juta per bulan. Tidak hanya itu, inovasi masakan lele terus berlanjut dengan sajian tiga menu utama, yaitu lele goreng tepung, lele filet kremes, dan lele saus padang.
Ketika
usaha warung makan sedang menanjak, Rangga dihadapkan pada masalah baru
lagi, yaitu koki utamanya keluar dan diketahui dia membuat usaha
sejenis. Rangga kecewa, mengapa tidak berbicara sebelumnya karena kalau tahu
tentunya dapat dikerjasamakan dan saling mendukung. Masalah
terselesaikan ketika tidak direncanakan Rangga bertemu teman lamanya
saat SMA, Bambang. Bambang pada saat itu bekerja
di restoran cepat saji. Keduanya kemudian bercerita, bertukar pikiran
dan pengalaman mengenai makanan dan bisnis rumah makan. Lalu, Rangga
menjadikan Bambang sebagai konsultannya kecil-kecilan dengan honor hanya
mengganti uang besin.
Ketika bisnis mulai menanjak, Rangga membangun fondasi usahanya, meletakkan pijakan dasar berupa budaya kerja dengan membuat SPO dengan dibantu oleh Bambang. Pada tahap pengembangan ini, peranan Bambang sangat besar membantu Rangga.
SPO menjadi dasar pembukaan cabang lainnya untuk mengontrol kualitas
makanan agar rasanya tidak berubah-ubah dan pelayanannya pun mempunyai
diferensiasi trersendiri. Pada akhirnya Bambang menjadi general manager Pecel Lele Lela.
Pada
2009, menanggapi banyaknya permintaan, Rangga mulai mewaralabakan Pecel
Lele Lela. Waralaba Pecel Lele Lela berdampak positif untuk pengembangan usaha. Pecel Lele Lela lebih dikenal oleh masyarakat dan selanjutnya permintaan konsumen pun meningkat. Waralaba lele Lela diminati banyak orang, bahkan sampai ke luar daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan.
Lele
Lela berhasil menjaga kualitas rasa dan layanan yang menjadi kunci
sukses bisnis kuliner. Tidak hanya itu, untuk menjaga bisnis tetap dalam
fase pertumbuhan,
Lele Lela terus berinovasi dengan rasa, mengembangkan berbagai menu
hidangan lele yang khas dan berbeda. Inovasi di sisi layanan Lele Lela
mengembangkan budaya sambutan ucapan “Selamat Pagi” kepada setiap
konsumen yang datang meskipun waktunya siang, sore, dan malam. Rangga menunjukkan bahwasanya seorang wirausahawan haruslah kreatif dan inovatis mengembangkan nilai-nilai baru untuk meningkatkan nilai produknya.
Sekarang
ini Lele Lela mendapatkan permintaan waralaba dari orang-orang
Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan direalisasikan tahun ini.
Sampai saat ini Lele Lela telah memiliki 27 cabang, 3 di antaranya
adalah milik sendiri.
Nama
Lela sendiri sebenarnya hanyalah singkatan, yaitu Lebih Laku. Ini
sekaligus menjadi doa supaya Lele Lela terus berkembang. Menjadi
kebanggaan tersendiri bagi Rangga ketika Pecel Lele Lela ikut mengisi
menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana Negara,
dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Selain
itu, tahun lalu Rangga selaku pendiri dan pemilik Lele Lela juga
menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan Kelautan karena usahanya
dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele
dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan
konsumsi ikan. Penghargaan lain yang juga diraihnya adalah Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award
(ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah. Dua penghargaan
ini makin memotivasi Rangga untuk lebih giat bekerja menjadikan lele
sebagai menu modern.
Kesuksesan yang dicapai Rangga bukan semata-mata hanya kematangan konsep dan kematangan menu, tetapi juga totalitas dan komitmen karyawan sebagai bagian aktor yang ikut membesarkan Lele Lela.
Kini omset seluruh cabang mencapai Rp1,8 miliar per bulan. Sampai kini, Rangga masih memegang keyakinan bahwa jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses.
Pecel Lele Lela
- “Selamat Pagi, Selamat Datang di Pecel Lele Lela”
begitulah sapaan yang di ucapkan seluruh karyawan di warung Pecel Lele Lela
setiap kali menyambut pengunjung datang. Selalu pagi di Lele Lela, itulah kesan
yang timbul saat menikmati hidangan lele (si hitam berkumis yang licin) di
warung ini, karena walaupun siang atau malam hari, pengunjung akan tetap di
sambut dengan sapaan selamat pagi.
Pecel Lele Lela
telah mengantongi penghargaan sebagai usaha mengenalkan lele paling inovatif
dari Kementrian Perikanan dan Kelautan RI, sekaligus mendorong peningkatan
konsumsi ikan.
Lele yang digunakan
sebagai bahan baku di Pecel Lele Lela adalah lele segar yang didatangkan
langsung dari peternakan lele yang sudah mempunyai kemitraan dengan Pecel Lele
Lela sehingga standarisasi bahan baku tidak diragukan lagi. Rata-rata satu
gerai bisa menghabiskan 40-50 kg lele. Ukuran yang digunakan 1kg berisi sekitar
enam ekor.
Jenis lele yang digunakan yaitu lele sangkuriang yang
dikembangkan Institut Pertanian Bogor (IPB). Keunggulannya, lele
sangkuriang sudah bisa diternakkan di kolam terpal, Patilnya tidak berbahaya
bagi tubuh manusia, tulangnya lebih kecil, dan dagingnya lebih
kenyal. Selain itu, metode penggorengan ikan lele di Lele Lela menggunakan
mesin khusus sehingga dapat menjadi atraksi tersendiri bagi setiap pengunjung
yang datang.
Rangga Umara
pemilik Pecel Lele Lela memulai usahanya pada tahun 2006. Dengan modal
awal sebesar Rp3 juta, Rangga mulai melakukan inovasi pada ikan lele dan
mengenalkan berbagai menu masakan lele kreasinya yang ternyata disukai dan
banyak peminatnya. Saat ini Pecel Lele Lela telah mempunyai 23 cabang di
Jabodetabek dan Bandung.
Meskipun baru berusia 31 tahun, Rangga sudah bisa
menghasilkan omzet senilai Rp 1,8 miliar per bulan dari usahanya tersebut.
Usaha tersebut menurut Rangga dikembangkan melalui tiga cara yaitu milik
sendiri, waralaba (franchise), dan joint venture. Setelah berdiri di beberapa
kota di Indonesia, Rangga sudah menyiapkan rencana membuka Pecel Lele Lela di
Penang, Singapura, dan Jeddah.
Sejarah Pecel Lele
Lela
Merek Pecel
Lele Lela merupakan singkatan dari Pecel Lele Lebih Laku.
Pecel Lele Lela didirikan sejak tahun 2006, berawal dari sebuah ide untuk
mengembangkan usaha makanan. Rangga Umara memilih Pecel Lele karena pasarnya
yang sudah sangat luas dan sudah dikenal diseluruh Indonesia. Yang terpenting,
usaha pecel lele selalu eksis dimana-mana dan tidak pernah mengenal krisis, hal
ini disebabkan oleh bahan baku lele yang mudah di dapat dan margin penjualannya
yang sangat tinggi.
Pecel Lele Lela
sempat mendapat teguran dari Starbucks Coffee (kedai kopi internasional milik
Amerika) yang menyatakan keberatan perihal “logo” Pecel Lele Lela yang mirip
dengan logo Starbucks, tapi akhirnya masalah tersebut dapat di selesaikan
secara damai (Mediasi).
Pecel Lele Lela yang pertama dan satu-satunya memberikan nilai
tambah pada usaha pecel lele, sehingga Pecel Lele Lela sangat Optimis dan
Yakin Pecel Lele Lela akan menjadi Pionir serta Pemimpin pasar usaha pecel
lele modern di Indonesia. Sesuai mottonya, “Bersama Kami PECEL LELE AKAN
MENDUNIA”