Selasa, 20 Mei 2014

 PECEL LELE LELA RESTO




        Kisah hidup berliku dari seorang pejuang kehidupan dengan tekad bulat dan keyakinan pada akhirnya berbuah manis. Jerih payah, jatuh-bangun membangun bisnis pada akhirnya dirasakan oleh Rangga Umara (31), pemilik RM Pecel Lele Lela.
Sebelum banting setir memilih jalan pengusaha, Rangga adalah karyawan dengan posisi manajer di perusahaan swasta. Mengetahui perusahaan tempat kerjanya tidak sehat dan tinggal menunggu giliran PHK, setelah teman-temannya terkena PHK, Rangga mulai memikirkan jalan hidup lain. Pengalaman itu membuat Rangga tidak mau lagi menjadi karyawan.
Pada akhirnya, Rangga mulai merintis bisnis sendiri. Diawali dengan tidak ada ide, bisa dikatakan dengan modal nekat dan niat, Rangga membuka warung seafood kaki lima dengan diferensiasi tempat dibuat unik. Modal pertama hanya tiga juta, itu pun dari hasil menjual barang-barang pribadinya. Sampai tiga bulan pertama, warung seafood-nya masih sepi pengunjung.
Merasa bahwa lokasi yang menjadi kendala utama, Rangga pun mulai mencari tempat lain. Rangga menawarkan kerja sama dengan warung makan lainnya, tetapi selalu ditolak. Sampai suatu hari Rangga mendatangi sebuah rumah makan semipermanen di kawasan tempat makan, di kawasan Pondok Kelapa. Pemilik rumah makan itu juga menolak tawaran kerja sama yang diajukan Rangga. Ia justru menawari membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Karena keterbatasan modal, Rangga menolak membeli peralatan rumah makan tersebut. Ia hanya menyewa tempat seharga Rp1 juta per bulan.
Di tempat usaha yang baru, Rangga memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan favorit saat kuliah. Lagi-lagi nasib baik belum menghampirinya. Ketika berjualan lele, yang laku malahan ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih pulang. Rangga berkeyakinan bahwa menu masakan lele itu enak. Untuk mengujinya, ia menawari pembeli untuk mencicipi menu lele dan keyakinannya itu diperkuat oleh pendapat pengunjung.
Naluri wirausaha Rangga pada momen itu sangat kuat. Dia mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain. Lele yang biasanya di rumah makan hanya menjadi menu tambahan, oleh Rangga disajikan sebagai menu utama. Bagaimana membuat hal yang tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat diterima oleh konsumen? Di tahap ini, naluri inovasi Rangga menunjukan kebolehannya. Inovasi hidangan lele untuk menonjolkan kelebihan lele sebagai menu makanan yang terletak pada kelembutan dagingnya dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan yang tidak menarik dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung yang lambat laun disukai konsumen.
Setelah pindah ke tempat baru, pendapatan rumah makan rangga meningkat menjadi Rp3 juta per bulan. Membandingkan dengan gaji sebagai karyawan yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan rumah makannya, Rangga berniat untuk lebih total menekuni bisnisnya.
Usaha warung makan lele Rangga yang masih baru dan mulai direspon baik oleh konsumen, tidak terlepas dari kendala. Lokasi yang pada awalnya menjadi kendala, sudah teratasi, selanjutnya muncul tantangan baru. Tahu usaha rumah makan lele Rangga laris, pemilik rumah makan menaikan sewanya menjadi Rp2 juta per bulan. Belum lagi Rangga harus memikirkan gaji tiga karyawan yang menggantungkan nasibnya kepada dirinya.
Sementara pendapatan menjadi minus karena kenaikan biaya sewa dan gaji karyawan, Rangga terjebak oleh rentenir dengan berutang sebesar Rp5 juta. Usaha Rangga sempat mengalami jatuh-bangun. Dari pengalaman itu, mental wirausahawan Rangga terbangun. Seiring berjalannya waktu, Rangga mulai bijak menghadapi tekanan dan tantangan. Usahanya pun berbuah manis.
Berkat kegigihan dan perjuangan pantang menyerahnya, usaha kuliner rumah makan dengan sajian menu utama lele mulai diminati banyak konsumen. Kenaikan peminat lele menjadikan usahanya diminati orang. Banyak orang menawarkan kerja sama dengan model waralaba.
 




Berkat lele goreng tepung andalan, rumah makan Rangga semakin ramai pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makannya di Pondok Kelapa. Selanjutnya, Rangga membuat putusan besar dengan pindah tempat dari tempat rumah makan sebelumnya yang disewa Rp2 juta per bulan. Tidak hanya itu, inovasi masakan lele terus berlanjut dengan sajian tiga menu utama, yaitu lele goreng tepung, lele filet kremes, dan lele saus padang.
Ketika usaha warung makan sedang menanjak, Rangga dihadapkan pada masalah baru lagi, yaitu koki utamanya keluar dan diketahui dia membuat usaha sejenis. Rangga kecewa, mengapa tidak berbicara sebelumnya karena kalau tahu tentunya dapat dikerjasamakan dan saling mendukung. Masalah terselesaikan ketika tidak direncanakan Rangga bertemu teman lamanya saat SMA, Bambang. Bambang pada saat itu bekerja di restoran cepat saji. Keduanya kemudian bercerita, bertukar pikiran dan pengalaman mengenai makanan dan bisnis rumah makan. Lalu, Rangga menjadikan Bambang sebagai konsultannya kecil-kecilan dengan honor hanya mengganti uang besin.
Ketika bisnis mulai menanjak, Rangga membangun fondasi usahanya, meletakkan pijakan dasar berupa budaya kerja dengan membuat SPO dengan dibantu oleh Bambang. Pada tahap pengembangan ini, peranan Bambang sangat besar membantu Rangga. SPO menjadi dasar pembukaan cabang lainnya untuk mengontrol kualitas makanan agar rasanya tidak berubah-ubah dan pelayanannya pun mempunyai diferensiasi trersendiri. Pada akhirnya Bambang menjadi general manager Pecel Lele Lela.
Pada 2009, menanggapi banyaknya permintaan, Rangga mulai mewaralabakan Pecel Lele Lela. Waralaba Pecel Lele Lela berdampak positif untuk pengembangan usaha. Pecel Lele Lela lebih dikenal oleh masyarakat dan selanjutnya permintaan konsumen pun meningkat. Waralaba lele Lela diminati banyak orang, bahkan sampai ke luar daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan.
Lele Lela berhasil menjaga kualitas rasa dan layanan yang menjadi kunci sukses bisnis kuliner. Tidak hanya itu, untuk menjaga bisnis tetap dalam fase pertumbuhan, Lele Lela terus berinovasi dengan rasa, mengembangkan berbagai menu hidangan lele yang khas dan berbeda. Inovasi di sisi layanan Lele Lela mengembangkan budaya sambutan ucapan “Selamat Pagi” kepada setiap konsumen yang datang meskipun waktunya siang, sore, dan malam. Rangga menunjukkan bahwasanya seorang wirausahawan haruslah kreatif dan inovatis mengembangkan nilai-nilai baru untuk meningkatkan nilai produknya.
Sekarang ini Lele Lela mendapatkan permintaan waralaba dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura. Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan direalisasikan tahun ini. Sampai saat ini Lele Lela telah memiliki 27 cabang, 3 di antaranya adalah milik sendiri.
Nama Lela sendiri sebenarnya hanyalah singkatan, yaitu Lebih Laku. Ini sekaligus menjadi doa supaya Lele Lela terus berkembang. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Rangga ketika Pecel Lele Lela ikut mengisi menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana Negara, dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Selain itu, tahun lalu Rangga selaku pendiri dan pemilik Lele Lela juga menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan Kelautan karena usahanya dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan. Penghargaan lain yang juga diraihnya adalah Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah. Dua penghargaan ini makin memotivasi Rangga untuk lebih giat bekerja menjadikan lele sebagai menu modern.
Kesuksesan yang dicapai Rangga bukan semata-mata hanya kematangan konsep dan kematangan menu, tetapi juga totalitas dan komitmen karyawan sebagai bagian aktor yang ikut membesarkan Lele Lela.
Kini omset seluruh cabang mencapai Rp1,8 miliar per bulan. Sampai kini, Rangga masih memegang keyakinan bahwa jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses.









https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhq2SwN4HTHFqKs04QUT4E8lxU8RTqGvCUW9QZc9PpwE9fIeXhy_ttVg1MBs4EO6grzJYFPHb7SeA4noryBWSj86ehlQoCs7b1AARFclUq-AwfMLzGIrY1UjIy2K5gT_4PZE-cPa6H3fw/s1600/Menu+Favorit.jpg


    



Pecel Lele Lela - “Selamat Pagi, Selamat Datang di Pecel Lele Lela” begitulah sapaan yang di ucapkan seluruh karyawan di warung Pecel Lele Lela setiap kali menyambut pengunjung datang. Selalu pagi di Lele Lela, itulah kesan yang timbul saat menikmati hidangan lele (si hitam berkumis yang licin) di warung ini, karena walaupun siang atau malam hari, pengunjung akan tetap di sambut dengan sapaan selamat pagi.
Pecel Lele Lela telah mengantongi penghargaan sebagai usaha mengenalkan lele paling inovatif dari Kementrian Perikanan dan Kelautan RI, sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan.
Lele yang digunakan sebagai bahan baku di Pecel Lele Lela adalah lele segar yang didatangkan langsung dari peternakan lele yang sudah mempunyai kemitraan dengan Pecel Lele Lela sehingga standarisasi bahan baku tidak diragukan lagi. Rata-rata satu gerai bisa menghabiskan 40-50 kg lele. Ukuran yang digunakan 1kg berisi sekitar enam ekor. 

Jenis lele yang digunakan yaitu lele sangkuriang yang dikembangkan Institut Pertanian Bogor (IPB). Keunggulannya, lele sangkuriang sudah bisa diternakkan di kolam terpal, Patilnya tidak berbahaya bagi tubuh manusia, tulangnya lebih kecil, dan dagingnya lebih kenyal. Selain itu, metode penggorengan ikan lele di Lele Lela menggunakan mesin khusus sehingga dapat menjadi atraksi tersendiri bagi setiap pengunjung yang datang.
Rangga Umara pemilik Pecel Lele Lela memulai usahanya  pada tahun 2006. Dengan modal awal sebesar Rp3 juta, Rangga mulai melakukan inovasi pada ikan lele dan mengenalkan berbagai menu masakan lele kreasinya yang ternyata disukai dan banyak peminatnya. Saat ini Pecel Lele Lela telah mempunyai 23 cabang di Jabodetabek dan Bandung. 

Meskipun baru berusia 31 tahun, Rangga sudah bisa menghasilkan omzet senilai Rp 1,8 miliar per bulan dari usahanya tersebut. Usaha tersebut menurut Rangga dikembangkan melalui tiga cara yaitu milik sendiri, waralaba (franchise), dan joint venture. Setelah berdiri di beberapa kota di Indonesia, Rangga sudah menyiapkan rencana membuka Pecel Lele Lela di Penang, Singapura, dan Jeddah.
Sejarah Pecel Lele Lela
Merek Pecel Lele Lela merupakan singkatan dari Pecel Lele Lebih Laku. Pecel Lele Lela didirikan sejak tahun 2006, berawal dari sebuah ide untuk mengembangkan usaha makanan. Rangga Umara memilih Pecel Lele karena pasarnya yang sudah sangat luas dan sudah dikenal diseluruh Indonesia. Yang terpenting, usaha pecel lele selalu eksis dimana-mana dan tidak pernah mengenal krisis, hal ini disebabkan oleh bahan baku lele yang mudah di dapat dan margin penjualannya yang sangat tinggi.
Pecel Lele Lela sempat mendapat teguran dari Starbucks Coffee (kedai kopi internasional milik Amerika) yang menyatakan keberatan perihal “logo” Pecel Lele Lela yang mirip dengan logo Starbucks, tapi akhirnya masalah tersebut dapat di selesaikan secara damai (Mediasi).
Pecel Lele Lela yang pertama dan satu-satunya memberikan nilai tambah pada usaha pecel lele, sehingga Pecel Lele Lela sangat Optimis dan Yakin Pecel Lele Lela akan menjadi Pionir serta Pemimpin pasar usaha pecel lele modern di Indonesia. Sesuai mottonya, “Bersama Kami PECEL LELE AKAN MENDUNIA”




 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar